Kamis, 31 Oktober 2013

Desinfeksi



    A.    Pengertian Desinfeksi

Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan membunuh mikroorganisme patogen. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian.
Semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
Walaupun kita sering menggunakan produk desinfektan, sebagian besar konsumen tentunya belum mengenal jenis bahan kimia apa yang ada dalam produk tersebut. Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan.
Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.

     B.     Golongan yang Termasuk Desinfektan
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida. Beberapa jenis bahan yang berfungsi sebagai desinfektan dijelaskan di bawah ini :
1.      Golongan “aldehid
Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol.Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 mL/m3 atau 0,5 mg/L serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat.
Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif dibanding formaldehid, sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerjaglutaraldehid adalah 0,1 mL/m3 atau 0,1 mg/L.
Pada prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang luas, misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk membunuh virus. Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko menimbulkan api dan ledakan.
2.      Golongan alcohol
Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol, propanol dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %.
Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein . Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap.
3.      Golongan pengoksidasi
Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam dua golongan yakniperoksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat, benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini membunuh mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga menit, tetapi perlu 0,5 – 2 jam untuk membunuh virus.
Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair. Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem distribusi/transpor.
4.      Golongan “halogen”
Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi.
Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur air selokan. Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit terbiodegradasi, dan mengiritasi mukosa.
5.      Golongan “fenol”
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain fenol(asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat dari papan/kayu.
Adapun keunggulang dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif.
6.      Golongan garam / amonium kuarterner
Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain benzalkonium klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida. Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya untuk bakteri vegetatif, danlipovirus. terutama untuk desinfeksi peralatannya.
Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi kurang efektif bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat.
Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif untuk membunuhparvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus hidrofilik yang sangat susah untuk dimatikan dibandingkan virus lipofilik.
7.      Golongan “biguanida”
Bahan kimia yang sudah digunakan dari golongan ini antara lain klorheksidin. Klorheksidin terkenal karena sangat ampuh untuk antimikroba terutama jenis bakteri gram positif dan beberapa jenis bakteri gram negatif. Klorheksidin sangat efektif dalam proses desinfeksi Staphylococcus aureaus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi kurang baik untuk membunuh beberapa organisme gram negatif, spora, jamur terlebih virus serta sama sekali tidak bisa membunuh Mycoplasma pulmonis.
Faktor yang harus diperhatikan :
Dari semua bahan desinfektan tersebut di atas tidak semua dapat efektif dalam semua kondisi dan aplikasi. Perbedaan jenis mikroorganisme serta kondisi lingkungan akan menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam sensitivitas atau resistensinya.
Supaya fungsi desinfektan menjadi efektif, maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan produk desinfektan, yakni harus dapat digunakan dalam spektrum dan aktivitas penggunaan yang luas, menunjukkan daya reduksi/bunuh terhadap mikroorganisme hidup pada saat berkontak, dapat bekerja pada rentang pH dan suhu yang luas, dapat bekerja dengan adanya senyawa organik, waktu paparan/kerja yang cukup singkat, batas konsentrasi yang kecil, dan stabilitas senyawa.
Selain itu, untuk aplikasi di lapangan terdapat kecenderungan konsumen untuk memilih desinfektan yang aman bagi lingkungan, mudah untuk digunakan, daya aksi yang cepat serta murah. Tetapi faktor harga terkadang menjadi batasan tersendiri. Sebagai contoh banyak konsumen menggunakan desinfektan gas klor (klorin) untuk proses desinfeksi air. Bahan tersebut bekerja dengan baik untuk membunuh bakteri, fungi dan virus, tetapi bahan ini mempunyai efek merusak/korosif pada kulit dan peralatan. Selain itu gas klorin juga berpotensi merusak sistem pernapasan bagi manusia dan binatang.
Dengan mengetahui dan mengenal jenis bahan kimia yang digunakan dalam produk desinfektan diharapkan konsumen dapat memilih produk yang tepat sasaran, yakni kesesuaian antara bahan kimia yang dikandungnya dengan jenis dan target mikroorganismenya. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan menjadi tepat sasaran, berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat lain adalah dengan mengetahui risiko dan efek negatif yang mungkin ditimbulkan oleh bahan kimia dalam desinfektan, seperti risiko keracunan pada anak, polusi terhadap lingkungan, risiko terhadap kesehatan serta efek karsinogen, maka diharapkan konsumen lebih berhati-hati dalam penggunaan dan penanganan produk-produk tersebut.
C.    Kriteria Desinfektan Ideal
10 kriteria suatu desinfektan dikatakan ideal, yaitu :

Ø  Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar 
Ø  Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan kelembaban
Ø  Tidak toksik pada hewan dan manusia
Ø  Tidak bersifat korosif 
Ø  Tidak berwarna dan meninggalkan noda
Ø  Tidak berbau/ baunya disenangi
Ø  Bersifat biodegradable/ mudah diurai
Ø  Larutan stabil.
Ø  Mudah digunakan dan ekonomis
Ø  Aktivitas berspektrum luas

D.    Variabel dalam desinfektan:

Ø  Konsentrasi (Kadar) yang digunakan akan bergantung kepada bahan yang akandidesinfeksi dan pada organisme yang akan dihancurkan.
Ø  Waktu yang diperlukan mungkin dipengaruhi oleh banyak variable.
Ø  Peningkatan suhu mempercepat laju reaksi kimia.
Ø  Keadaan Medium Sekeliling pH medium dan adanya benda asing mungkin sangat mempengaruhi proses disinfeksi

Daftar Pustaka

Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan denghan
Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogya : Rineka Cipta.




PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN KULIT TERNAK



1.      Pengawetan pada Kulit Mentah

Pengawetan kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit.  Prinsip pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme perusak kulit.  Hal tersebut dilakukan dengan menurunkan kadar air sampai tingkat serendah mungkin dengan batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (± 5-10%). 
Pengawetan kulit memiliki beberapa tujuan antara lain :
a.       Mempertahankan struktur dan keadaan kulit dari pengaruh lingkungan untuk sementara waktu  sebelum dilakukan proses pengolahan/penyelesaian
b.       Untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang relatif lebih lama Agar kulit dapat terkumpul sehingga dapat dikelompokkan menurut besar dan kualitasnya serta mengantisipasi terjadinya over produksi karena stok kulit yang terlalu banyak

Secara umum proses pengawetan kulit mentah yang dikenal di Indonesia terdiri atas 4 macam, yakni :
a.       Pengawetan dengan cara pengeringan + zat kimia
b.      Pengawetan dengan cara kombinasi penggaraman dan pengeringan
c.       Pengawetan dengan cara garam basah
d.      Pengawetan dengan cara pengasaman (pickling)

a.      Pengawetan dengan cara pengeringan + zat kimia 
Kulit segar yang baru dilepas dari ternak selanjutnya dilakukan pengawetan dengan maksud untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam kulit hingga mencapai batas minimum kadar air yang diperlukan  untuk persyaratan hidup bakteri perusak.  Adapun urutan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1.      Pencucian dan pembuangan daging
2.      Pengetusan (pentirisan)
3.      Pemberian zat kimia
4.      Pementangan
5.      Pengeringan
6.      Pelipatan

b.      Pengawetan dengan cara kombinasi penggaraman dan pengeringan
Kulit segar setelah bersih dari lemak, darah, sisa-sisa daging maupun kotoran yang melekat (seperti cara -1) kemudian direndam dalam dalam cairan garam (NaCl) jenuh dengan kadar kepekatan garam (salinitas) 20-24oBe selama 1-2 hari.  Tingkat kepekatan garam tidak boleh berada dibawah 20oBe.  Kadar salinitas tersebut diukur dengan alat yang disebut Baume meter.  Bila tingkat salinitas mengalami penurunan maka sebaiknya ditambah dengan garam.
Dalam proses ini memiliki beberapa keuntungan maupun kerugian antara lain :
Keuntungan:
ü  Selama waktu pengeringan kulit tidak lekas menjadi busuk sekalipun pengeringannya memerlukan waktu yang relatif lama misalnya pada saat musim penghujan.   
ü  Kualitas kulit menjadi lebih baik dari pada yang dikeringkan saja (cara-1) oleh karena  serat-serat  kulit tidak melekat satu sama lain.
ü  Kulit sangat baik untuk disamak terutama dalam proses perendaman (soaking) yang tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama lagi

Kerugian:
ü  Biaya pengawetan yang dibutuhkan menjadi lebih banyak dibanding cara-1 karena jumlah penggunaan garamnya bertambah pula  

c.       Pengawetan dengan cara garam basah
Kulit yang telah bersih dimasukkan ke dalam garam jenuh selama 24 jam (seperti pada cara-2).  Setelah perendaman, kulit tidak lagi dikeringkan seperti (cara-2), tetapi kulit diletakkan pada lantai miring yang diatasnya telah ditaburi dengan garam.  Kulit yang berada pada posisi paling bawah diletakkan dengan bagian bulu menghadap ke lantai dan bagian berdaging menghadap keatas. 
Seperti halnya cara-2 jenis pengawetan ini memiliki beberapa keuntungan dan kerugian antara lain :
Keuntungan  :
ü  Pengawetan tidak tergantung dengan sinar matahari
ü   Sedikit sekali terjadi kerusakan kulit
ü   Proses perendaman (soaking) dalam proses penyamakan kulit membutuhkan waktu yang singkat
ü  Pelaksanaan cepat dan tidak membutuhkan ruangan yang luas

Kerugian :
ü  Untuk daerah tropik seperti di Indonesia pengawetan dengan menggunakan garam basah masih disangsikan keberhasilannya mengingat temperatur ruangan yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri khususnya bila penyimpanan dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama.  Bakteri yang seringkali ditemukan pada kulit garaman adalah jenis bakteri halapofilik yang diketahui relatif tahan terhadap suasana garam.
ü  Biaya pengawetan sedikit lebih mahal karena pemakaian garam yang relatif lebih banyak serta membutuhkan penyimpanan dengan temperatur yang rendah

d.      Pengawetan dengan cara pengasaman (pickling)
Teknik pengawetan ini terutama dipakai untuk mengawetkan kulit domba (terutama di New Zaeland, Australia, Amerika dan pabrik-pabrik kulit yang berskala besar lainnya).  Untuk keperluan ekspor kulit dipickle selama 2 bulan atau lebih.  Pengawetan kulit dengan cara dipickle dikerjakan untuk kulit-kulit yang telah dikeluarkan bulunya melalui proses pengapuran (liming), buang kapur (deliming) dan telah didegradasi sebagian protein penyusunnya yang disebut bating (beitzing).
                                           
Dari keempat jenis pengawetan kulit tersebut, tentunya masing-masing jenis pengawetan memiliki keuntungan dan kerugian, namun pada prinsipnya proses pengawetan yang dilakukan tentunya mengarah kepada suatu upaya bagaimana kulit mentah tersebut memiliki umur simpan yang maksimal hingga memasuki tahap pengolahan.  Selama proses penyimpanan tersebut struktur penyusun kulit sangat rentan sekali oleh pengaruh mikroorganisme.  Selain itu tentunya perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur penyusun diupayakan dapat diminimalisir.    
Tingginya kadar air dan protein pada kulit menyebabkan kulit merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dengan fenomena ini menunjukkan bahwa, produk kulit mentah merupakan produk hasil sampingan pemotongan ternak yang memerlukan penanganan khusus setelah lepas dari tubuh ternak  
Selain zat-zat kimia tersebut,  di dalam kulit yang masih segar terdapat pula beberapa jenis enzim yang dihasilkan oleh sel-sel di dalam kulit itu sendiri  yakni enzim cathepsin, collagenase, dan dopa oxidase.  Enzim  collagenase disintesis oleh sel fibroblast.  Selama hewan masih hidup enzim tersebut dalam bentuk pro-collagenase yang tidak aktif, namun setelah hewan dipotong pro-collagenase tersebut akan menjadi aktif sebagai collagenase yang dapat mencerna serabut kolagen.  Selama kulit masih segar setelah lepas dari tubuh dan sebelum mengalami pengawetan dalam kondisi lingkungan yang sesuai,  enzim  cathepsin bersama-sama dengan enzim collagenase mencerna zat-zat dalam kulit.


2.      Teknologi  Penyamakan Kulit

Penyamakan kulit merupakan suatu proses untuk mengubah kulit mentah (hide/skin) yang bersifat labil (mudah rusak oleh pengaruh fisik, kimia dan biologis) menjadi kulit yang stabil terhadap pengaruh tersebut yang biasa disebut kulit tersamak (leather). Ada 4 jenis penyamakan yang dikenal yaitu:
a.      Penyamakan mineral
Jenis bahan penyamak yang sering digunakan dalam penyamakan ini antara lain yang berasal dari golongan aluminium seperti tawas putih (K2SO4 Al2(SO4)3 24 H2O), golongan chrome seperti Cr2O3 (produk komersial dengan merek Chromosal-B)  dan Zirkonium.  Produk kulit jadi (leather) yang biasa dihasilkan  melalui penyamakan ini antara lain : kulit untuk bahan jaket, tas kantor, sepatu dan lap (chamois)
b.      Penyamakan nabati
Jenis bahan penyamak yang digunakan adalah bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan  seperti akar, batang dan daun.  Prinsipnya bahwa semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung tannin  dapat digunakan.  Contoh tumbuhan yang sering digunakan antara lain : mahoni, pisang, teh, akasia, bakau.  Tumbuhan yang mengandung tannin dicirikan oleh rasa yang sepat dan reaksi dengan besi seperti pisau menghasilkan warna ungu kehitaman.  Produk kulit jadi yang dihasilkan adalah sepatu sol (sepatu kerja/sepatu militer/polisi)
c.       Penyamakan sintetis
Penyamakan sintetis menggunakan bahan-bahan dari golongan fenol yang telah dibesarkan molekulnya melalui proses sulfonasi dan kondensasi.   Produk komersial dijual dengan merek Basyntan, Irgantan dan Tanigan.  Tujuan yang diharapkan dari penyamakan ini adalah memperoleh kulit jadi dengan menampilkan kesan aslinya.  Seperti kulit reptil (ular, buaya biawak) maupun pada kulit kaki ayam. Melalui teknik penyamakan ini relief (rajah) khas yang dimiliki masing-masing kulit tetap dipertahankan dan akan tetap tampak sebagai suatu seni (art) tersendiri.
d.      Penyamakan minyak
Jenis bahan penyamak yang digunakan adalah berasal dari minyak ikan salah satu contohnya adalah minyak ikan hiu.  Dalam perdagangan biasa dikenal dengan nama minyak ikan kasar.  Minyak ikan yang digunakan memiliki ikatan C rangkap atau bilangan yodium berkisar 80-120.  Produk kulit jadi yang dihasilkan  misalnya kulit bulu (zemleer).  


3.      Hasil-hasil Olahan Kulit untuk Pangan dan Non Pangan

a.      Hasil olahan kulit untuk pangan
Hasil olahan yang berasal dari kulit yang dapat dikonsumsi manusia dapat berupa kerupuk kulit dan gelatin. Sampai saat ini produk kerupuk kulit sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat baik yang berasal dari ternak besar maupun yang berasal dari unggas (ayam).  Misalnya saja kerupuk kulit cakar ayam maupun kerupuk kulit tubuh ayam.  Di pulau Jawa sendiri, Jenis kerupuk ini telah  lama berkembang, begitu pula di Sulawesi Selatan jenis kerupuk ini sedikit demi sedikit telah mulai dikenal oleh masyarakat. Di Sumatra Barat sendiri telah diproduksi secara massal dengan nama “kerupuk jangat” yang sebagian besar diproduksi dengan bahan dasar kulit kerbau begitu pula di daerah Mataram kegiatan produksi kerupuk dari kulit telah berkembang dengan pesat. 
Pemanfaatan lain dari kulit dalam dunia pangan adalah dalam bentuk gelatin.  Gelatin adalah produk hasil denaturasi dari kolagen. Kulit yang secara kimiawi komposisi proteinnya terdiri atas 80-90% merupakan protein kolagen.  Protein kolagen ini secara ilmiah dapat “ditangkap” untuk dikonversi menjadi gelatin.  Gelatin secara kimiawi diperoleh melalui rangkaian proses hidrolisis kolagen yang  terkandung dalam kulit.  Reaksi yang terjadi adalah :
       C102H149N31O38 + H2O                                         C102H151N31O39
                 Kolagen                                                            Gelatin
Beberapa negara maju maupun negara berkembang menggunakan banyak produk gelatin dalam kehidupan sehari-hari. Gelatin banyak digunakan sebagai bahan kosmetik (salep, cream rambut), makanan (pembuatan es krim, permen karet, pengental, mayonnaise,  maupun penjernih anggur buah), bidang teknik (rol cetak, sablon dalam screen printing, perekat pentil korek api dan alas hektograf), bidang fotografi (medium pengulas bahan film serta kertas potret),  bidang farmasi dalam bentuk kapsul dan alas makanan dalam bidang mikrobiologi.

b.      Hasil olahan kulit untuk non pangan
Hasil olahan kulit dalam bentuk non pangan lebih banyak dalam bentuk kulit tersamak (leather) melalui proses penyamakan.  Beberapa jenis produk leather yang kita kenal adalah sebagai berikut  :
Ø  Kulit sol
Kulit sol biasanya berasal dari kulit tebal yang mempunyai struktur serat yang kuat dan padat misalnya kulit sapi dan kerbau.  Jenis kulit ini kaku dan sulit dibengkokkan.  Penggunaannya sebagai bahan sol sepatu untuk militer/polisi serta pekerja pabrik. Kulit sol diolah dengan melalui penyamakan nabati.
Ø  Kulit vache
Kata vache berasal dari bahasa Perancis “la vache” yang berarti sapi.  Kulit ini lebih lemas dibanding sol dan banyak digunakan untuk sol dalam dan kap pembuatan sepatu cara modern.  Kulitnya berasal dari sapi .
Ø  Kulit raam
Kulit raam adalah jenis kulit vache digunakan untuk menyambung kulit atasan dengan kulit bawahan dan diperdagangkan sebagai lajuran dengan lebar 12-18 mm dan tebal 1,8-2,2 mm.  Warna biasanya disesuaikan dengan warna kulit sapi.
Ø  Kulit box
Kata box merupakan contoh dari kulit atasan yang berasal dari kulit sapi melalui penyamakan chrome.  Sifat kulit ini lemas, struktur kuat serta nerf tidak mudah pecah dan lepas.  Banyak digunakan sebagai bahan sepatu kantor atau kerja.
Ø  fahl
Kulit fahl merupakan bahan untuk kulit atasan berasal dari kulit sapi yang disamak nabati dan diberi gemuk tidak berwarna atau berwarna kehitaman.  Sifatnya tahan air, lemas dan kekuatan tariknya tinggi.  Banyak digunakan sebagai bahan sepatu gunung, militer maupun sepatu lapangan
Ø  Kulit tahan air
Kulit ini merupakan kulit atasan melalui proses penyamakan chrome, kombinasi dan nabati.  Kulit diberi gemuk agar tahan terhadap air dan banyak digunakan sebagai bahan pembuatan sepatu berat, laras, sport dan ski.  Kadar gemuknya mencapai 15-21%.  Jenis kulit ini berasal dari kulit  sapi
Ø  Kulit nubuk dan velour
Kulit ini berasal dari kulit sapi yang disamak chrome dan pada bagian atas (nerf) digosok sedikit sehingga bila diraba akan terasa seperti beludru.
Ø  Kulit chevrau
Kulit ini dibuat dari kulit kambing yang disamak chrome yang digunakan sebagai bahan kulit atasan.  Kulit ini biasa juga disebut kulit glase.
Ø  Kulit chevrette
Kulit ini berasal dari domba yang disamak  chrome.  Kekuatannya sedikit berada dibawah kulit chevrau sehingga kebanyakan dibuat untuk jenis sepatu rumah. 
Ø  Kulit blank
Kulit ini kebanyakan diolah dengan samak nabati sifatnya elastis  tidak mudah dibengkokkan dan kuat.  Digunakan sebagai bahan untuk sadel, tas, ransel.  Bahannya berasal dari kulit sapi.
Kulit vachet
Kulit ini berbahan mentah kulit sapi dan digunakan sebagai bantal pada kursi dan peralatan-peralatan rumah tangga lainnya.
Ø  Kulit mebel
Kulit ini mirip dengan kulit blank namun jumlah gemuk yang diberikan lebih banyak, elastis dan kuat.
Ø  Kulit halus
Yang tergolong kulit ini adalah kulit sampul buku dan kulit tas.  Bahan mentahnya berasal dari kulit sapi, kambing dan domba yang disamak nabati
Ø  Kulit reptil dan kulit ikan
Kulit reptil antara lain kulit ular, biawak dan buaya.  Produk ini dipergunakan  untuk produksi sepatu, tas wanita, dompet maupun ikat pinggang.  Proses penyamakannya melalui penyamakan nabati dan chrome. Untuk kulit ikan diperoleh dari kulit anjing laut, ikan hiu dan pari.
Ø  Kulit ban mesin
Jenis kulit ini berasal dari kulit sapi yang diproses dengan penyamakan nabati dan chrome.  Sifatnya harus kuat, lemas dan sedikit mengalami kemuluran
Ø  Kulit manchet
Jenis kulit ini banyak dipergunakan untuk peralatan pompa, pipa air, pentil.  Kulit ini berasal dari kulit sapi dan kambing.
Ø  Kulit tekstil
Jenis kulit ini digunakan untuk keperluan alat-alat teknik  antara lain bagian-bagian dari alat tenun misalnya  pecker, roda gigi (dapat berjalan tanpa berbunyi).  Bahannya berasal dari kulit sapi dan kerbau.
Ø  Kulit pelindung kerja
Jenis kulit ini banyak dipakai sebagai bahan untuk pembuatan barang-barang yang berfungsi dalam perlindungan bagi tubuh seperti sarung tangan dan peci. Bahan mentahnya berasal dari kulit sapi dengan konsistensi lemas
Ø  Kulit sarung tangan
Jenis kulit harus tipis, lemas dan lentur.  Biasanya putih atau berwarna-warni.  Bahan mentahnya dapat berasal dari kulit kambing, domba rusa dan babi.  Prosesnya melalui penyamakan chrome, kombinasi chrome dengan minyak.
Ø  Kulit pakaian
Yang termasuk dalam produk ini adalah barang kulit berupa mantel ataupun jaket. Bahan mentah berasal dari kulit domba, kambing, sapi dan kuda.
Ø  Kulit pengisap keringat
Kulit ini biasanya dipasang pada topi.  Prosesnya dengan penyamakan nabati.  Bahan mentahnya berasal dari kulit domba, kambing dan babi.




Daftar Pustaka

Djojowidagdo, S 1999.  Histologi Sebagai Ilmu Dasar dan Perannya dalam Pengembangan Iptek Pengolahan Kulit. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Junqueira., L.C.,  Corneiro, J dan Kelly, R.O.  1998. Alih Bahasa : Tambayong, J.  1998.  Histologi Dasar.  EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.  

Sukarbowo, P dan Sudarjo, S.  1989.  Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi,Teknologi Kulit, Yogyakarta.