Menjelajah Dunia Dengan Ilmu
Minggu, 01 Juni 2014
Kamis, 31 Oktober 2013
Desinfeksi
A.
Pengertian Desinfeksi
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab
penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi
kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan membunuh mikroorganisme patogen. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme
atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan
kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti
bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat
digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan
pakaian.
Semua bahan
desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan
antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan
tubuh atau tidak bersifat keras. Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia
yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak Terkadang
penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam
proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya
tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses
sterilisasi.
Walaupun kita sering menggunakan produk desinfektan, sebagian besar
konsumen tentunya belum mengenal jenis bahan kimia apa yang ada dalam produk
tersebut. Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi
dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang
akan dimatikan.
Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik
(pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya
difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan
serta aplikasinya.
B. Golongan yang Termasuk Desinfektan
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi
umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu
bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia
yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu
senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan
pengoksidasi, dan golongan biguanida. Beberapa jenis bahan yang berfungsi sebagai desinfektan dijelaskan di
bawah ini :
1. Golongan “aldehid”
Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain formaldehid,
glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam
campuran air dengan konsentrasi 0,5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam,
tetapi untuk kasus formaldehid daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti
dengan alkohol.Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan
memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 mL/m3 atau 0,5 mg/L serta
bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan
utuk pengawetan mayat.
Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif dibanding formaldehid, sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak
berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerjaglutaraldehid adalah 0,1 mL/m3 atau 0,1 mg/L.
Pada prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang luas,
misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai,
sedangkan glutaraldehid untuk membunuh virus. Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya
yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa
material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat
mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan,
mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko menimbulkan api
dan ledakan.
2. Golongan alcohol
Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain
golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol,
propanol dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi
dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu di atas 30
menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %.
Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang
efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil,
tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn
stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit
dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein .
Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan
sangat cepat menguap.
3. Golongan pengoksidasi
Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam dua
golongan yakniperoksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen
peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat, benzoil
peroksida, kalium permanganat. Golongan ini
membunuh mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan
air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga menit,
tetapi perlu 0,5 – 2 jam untuk membunuh virus.
Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang
luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair.
Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif,
berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu
penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem distribusi/transpor.
4. Golongan “halogen”
Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, povidon
iodium, sedangkan senyawa
terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium
hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam rentang waktu
sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi
1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus, tetapi tidak
efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi.
Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur air
selokan. Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit
terbiodegradasi, dan mengiritasi mukosa.
5. Golongan “fenol”
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain fenol(asam karbolik), kresol, para kloro
kresol dan para
kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi
dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum
digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses
desinfeksi dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk
membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai
dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau
peralatan yang terbuat dari papan/kayu.
Adapun keunggulang dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah
terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah
terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif.
6. Golongan garam / amonium kuarterner
Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain benzalkonium
klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida. Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam rentang
waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan
konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya untuk bakteri vegetatif, danlipovirus. terutama untuk desinfeksi peralatannya.
Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah terhadap
material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan bersifat sebagai
pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat terbiodegradasi
sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi kurang efektif bila
digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan terabsorpsi bahan
tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur dengan sabun, protein, asam
lemak dan senyawa fosfat.
Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif
untuk membunuhparvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus hidrofilik yang sangat susah untuk dimatikan dibandingkan virus lipofilik.
7. Golongan “biguanida”
Bahan kimia yang sudah digunakan dari golongan ini antara lain klorheksidin.
Klorheksidin terkenal karena sangat
ampuh untuk antimikroba terutama jenis bakteri gram positif dan beberapa jenis
bakteri gram negatif. Klorheksidin sangat efektif dalam proses desinfeksi Staphylococcus
aureaus, Escherichia coli, dan Pseudomonas
aeruginosa, tetapi kurang baik
untuk membunuh beberapa organisme gram negatif, spora, jamur terlebih virus
serta sama sekali tidak bisa membunuh Mycoplasma
pulmonis.
Faktor yang harus diperhatikan :
Dari semua bahan desinfektan tersebut di atas tidak semua dapat efektif
dalam semua kondisi dan aplikasi. Perbedaan jenis mikroorganisme serta kondisi
lingkungan akan menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam sensitivitas
atau resistensinya.
Supaya fungsi desinfektan menjadi efektif, maka ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan dalam pemilihan produk desinfektan, yakni harus dapat
digunakan dalam spektrum dan aktivitas penggunaan yang luas, menunjukkan daya
reduksi/bunuh terhadap mikroorganisme hidup pada saat berkontak, dapat bekerja
pada rentang pH dan suhu yang luas, dapat bekerja dengan adanya senyawa
organik, waktu paparan/kerja yang cukup singkat, batas konsentrasi yang kecil,
dan stabilitas senyawa.
Selain itu, untuk aplikasi di lapangan terdapat kecenderungan konsumen
untuk memilih desinfektan yang aman bagi lingkungan, mudah untuk digunakan,
daya aksi yang cepat serta murah. Tetapi faktor harga terkadang menjadi batasan
tersendiri. Sebagai contoh banyak konsumen menggunakan desinfektan gas klor (klorin) untuk proses desinfeksi air. Bahan tersebut bekerja dengan baik untuk
membunuh bakteri, fungi dan virus, tetapi bahan ini mempunyai efek
merusak/korosif pada kulit dan peralatan. Selain itu gas klorin juga berpotensi merusak sistem pernapasan bagi manusia dan binatang.
Dengan mengetahui dan mengenal jenis bahan kimia yang digunakan dalam
produk desinfektan diharapkan konsumen dapat memilih produk yang tepat sasaran,
yakni kesesuaian antara bahan kimia yang dikandungnya dengan jenis dan target
mikroorganismenya. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan menjadi tepat sasaran,
berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat lain adalah dengan mengetahui risiko
dan efek negatif yang mungkin ditimbulkan oleh bahan kimia dalam desinfektan,
seperti risiko keracunan pada anak, polusi terhadap lingkungan, risiko terhadap
kesehatan serta efek karsinogen, maka diharapkan konsumen lebih berhati-hati
dalam penggunaan dan penanganan produk-produk tersebut.
C. Kriteria
Desinfektan Ideal
10 kriteria suatu desinfektan dikatakan ideal,
yaitu :
Ø
Bekerja
dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar
Ø
Aktivitasnya
tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan kelembaban
Ø
Tidak toksik pada hewan dan
manusia
Ø
Tidak bersifat korosif
Ø
Tidak berwarna dan
meninggalkan noda
Ø
Tidak berbau/ baunya
disenangi
Ø
Bersifat biodegradable/
mudah diurai
Ø
Larutan stabil.
Ø
Mudah digunakan dan ekonomis
Ø
Aktivitas berspektrum luas
D. Variabel dalam desinfektan:
Ø
Konsentrasi (Kadar) yang digunakan akan bergantung kepada bahan yang
akandidesinfeksi dan pada organisme yang akan
dihancurkan.
Ø
Waktu yang diperlukan
mungkin dipengaruhi oleh banyak variable.
Ø
Peningkatan suhu mempercepat
laju reaksi kimia.
Ø Keadaan
Medium Sekeliling pH medium dan adanya
benda asing mungkin sangat mempengaruhi proses disinfeksi
Daftar
Pustaka
Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta
Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan denghan
Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogya : Rineka Cipta.
PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN KULIT TERNAK
1.
Pengawetan
pada Kulit Mentah
Pengawetan kulit secara umum
didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah terjadinya lisis
atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit. Prinsip pengawetan
kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroorganisme perusak kulit. Hal tersebut dilakukan dengan menurunkan
kadar air sampai tingkat serendah mungkin dengan batas tertentu sehingga
mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (± 5-10%).
Pengawetan kulit memiliki beberapa tujuan antara lain
:
a. Mempertahankan
struktur dan keadaan kulit dari pengaruh lingkungan untuk sementara waktu
sebelum dilakukan proses pengolahan/penyelesaian
b. Untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang
relatif lebih lama Agar kulit dapat terkumpul sehingga dapat dikelompokkan
menurut besar dan kualitasnya serta mengantisipasi terjadinya over produksi
karena stok kulit yang terlalu banyak
Secara umum proses pengawetan kulit
mentah yang dikenal di Indonesia terdiri atas 4 macam, yakni :
a. Pengawetan
dengan cara pengeringan + zat kimia
b.
Pengawetan dengan cara kombinasi
penggaraman dan pengeringan
c.
Pengawetan dengan cara garam basah
d. Pengawetan
dengan cara pengasaman (pickling)
a.
Pengawetan dengan cara pengeringan +
zat kimia
Kulit segar yang baru dilepas dari
ternak selanjutnya dilakukan pengawetan dengan maksud untuk mengurangi kadar
air yang terdapat dalam kulit hingga mencapai batas minimum kadar air yang
diperlukan untuk persyaratan hidup bakteri perusak. Adapun urutan
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Pencucian
dan pembuangan daging
2.
Pengetusan (pentirisan)
3.
Pemberian zat kimia
4.
Pementangan
5.
Pengeringan
6. Pelipatan
b.
Pengawetan dengan cara kombinasi
penggaraman dan pengeringan
Kulit segar setelah bersih dari
lemak, darah, sisa-sisa daging maupun kotoran yang melekat (seperti cara -1)
kemudian direndam dalam dalam cairan garam (NaCl) jenuh dengan kadar kepekatan
garam (salinitas) 20-24oBe selama 1-2 hari. Tingkat
kepekatan garam tidak boleh berada dibawah 20oBe. Kadar
salinitas tersebut diukur dengan alat yang disebut Baume meter. Bila tingkat salinitas mengalami penurunan
maka sebaiknya ditambah dengan garam.
Dalam proses ini memiliki beberapa keuntungan maupun
kerugian antara lain :
Keuntungan:
ü Selama waktu
pengeringan kulit tidak lekas menjadi busuk sekalipun pengeringannya memerlukan
waktu yang relatif lama misalnya pada saat musim penghujan.
ü Kualitas
kulit menjadi lebih baik dari pada yang dikeringkan saja (cara-1) oleh
karena serat-serat kulit tidak melekat satu sama lain.
ü Kulit sangat
baik untuk disamak terutama dalam proses perendaman (soaking) yang tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama lagi
Kerugian:
ü Biaya
pengawetan yang dibutuhkan menjadi lebih banyak dibanding cara-1 karena jumlah
penggunaan garamnya bertambah pula
c.
Pengawetan dengan cara garam basah
Kulit yang telah bersih dimasukkan
ke dalam garam jenuh selama 24 jam (seperti pada cara-2). Setelah
perendaman, kulit tidak lagi dikeringkan seperti (cara-2), tetapi kulit
diletakkan pada lantai miring yang diatasnya telah ditaburi dengan garam.
Kulit yang berada pada posisi paling bawah diletakkan dengan bagian bulu
menghadap ke lantai dan bagian berdaging menghadap keatas.
Seperti halnya cara-2 jenis pengawetan ini memiliki
beberapa keuntungan dan kerugian antara lain :
Keuntungan
:
ü Pengawetan
tidak tergantung dengan sinar matahari
ü Sedikit sekali terjadi kerusakan kulit
ü Proses perendaman (soaking) dalam
proses penyamakan kulit membutuhkan waktu yang singkat
ü Pelaksanaan
cepat dan tidak membutuhkan ruangan yang luas
Kerugian :
ü Untuk daerah
tropik seperti di Indonesia pengawetan dengan menggunakan garam basah masih
disangsikan keberhasilannya mengingat temperatur ruangan yang sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri khususnya bila penyimpanan dilakukan dalam jangka waktu
yang cukup lama. Bakteri yang seringkali ditemukan pada kulit garaman
adalah jenis bakteri halapofilik yang diketahui relatif tahan terhadap
suasana garam.
ü Biaya
pengawetan sedikit lebih mahal karena pemakaian garam yang relatif lebih banyak
serta membutuhkan penyimpanan dengan temperatur yang rendah
d.
Pengawetan dengan cara pengasaman (pickling)
Teknik pengawetan ini terutama
dipakai untuk mengawetkan kulit domba (terutama di New Zaeland, Australia,
Amerika dan pabrik-pabrik kulit yang berskala besar lainnya). Untuk keperluan
ekspor kulit dipickle selama 2 bulan atau lebih. Pengawetan kulit dengan
cara dipickle dikerjakan untuk kulit-kulit yang telah dikeluarkan bulunya
melalui proses pengapuran (liming), buang kapur (deliming) dan
telah didegradasi sebagian protein penyusunnya yang disebut bating (beitzing).
Dari keempat jenis pengawetan kulit
tersebut, tentunya masing-masing jenis pengawetan memiliki keuntungan dan
kerugian, namun pada prinsipnya proses pengawetan yang dilakukan tentunya
mengarah kepada suatu upaya bagaimana kulit mentah tersebut memiliki umur
simpan yang maksimal hingga memasuki tahap pengolahan. Selama proses
penyimpanan tersebut struktur penyusun kulit sangat rentan sekali oleh pengaruh
mikroorganisme. Selain itu tentunya perubahan-perubahan yang terjadi pada
struktur penyusun diupayakan dapat diminimalisir.
Tingginya kadar air dan protein pada
kulit menyebabkan kulit merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Dengan fenomena ini menunjukkan bahwa, produk kulit mentah
merupakan produk hasil sampingan pemotongan ternak yang memerlukan penanganan
khusus setelah lepas dari tubuh ternak
Selain zat-zat kimia tersebut,
di dalam kulit yang masih segar terdapat pula beberapa jenis enzim yang
dihasilkan oleh sel-sel di dalam kulit itu sendiri yakni enzim cathepsin,
collagenase, dan dopa oxidase. Enzim collagenase disintesis
oleh sel fibroblast. Selama hewan masih hidup enzim tersebut dalam bentuk
pro-collagenase yang tidak aktif, namun setelah hewan dipotong pro-collagenase
tersebut akan menjadi aktif sebagai collagenase yang dapat mencerna
serabut kolagen. Selama kulit masih segar setelah lepas dari tubuh dan
sebelum mengalami pengawetan dalam kondisi lingkungan yang sesuai,
enzim cathepsin bersama-sama dengan enzim collagenase mencerna zat-zat
dalam kulit.
2.
Teknologi
Penyamakan Kulit
Penyamakan kulit merupakan suatu
proses untuk mengubah kulit mentah (hide/skin) yang bersifat labil (mudah rusak
oleh pengaruh fisik, kimia dan biologis) menjadi kulit yang stabil terhadap pengaruh
tersebut yang biasa disebut kulit tersamak (leather). Ada 4 jenis
penyamakan yang dikenal yaitu:
a.
Penyamakan
mineral
Jenis bahan penyamak yang sering
digunakan dalam penyamakan ini antara lain yang berasal dari golongan aluminium
seperti tawas putih (K2SO4 Al2(SO4)3
24 H2O), golongan chrome seperti Cr2O3 (produk
komersial dengan merek Chromosal-B) dan Zirkonium. Produk
kulit jadi (leather) yang biasa dihasilkan melalui penyamakan ini
antara lain : kulit untuk bahan jaket, tas kantor, sepatu dan lap (chamois)
b.
Penyamakan
nabati
Jenis bahan penyamak yang digunakan
adalah bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti akar, batang
dan daun. Prinsipnya bahwa semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung
tannin dapat digunakan. Contoh tumbuhan yang sering digunakan
antara lain : mahoni, pisang, teh, akasia, bakau. Tumbuhan yang
mengandung tannin dicirikan oleh rasa yang sepat dan reaksi dengan besi seperti
pisau menghasilkan warna ungu kehitaman. Produk kulit jadi yang
dihasilkan adalah sepatu sol (sepatu kerja/sepatu militer/polisi)
c.
Penyamakan
sintetis
Penyamakan sintetis menggunakan
bahan-bahan dari golongan fenol yang telah dibesarkan molekulnya melalui proses
sulfonasi dan kondensasi. Produk komersial dijual
dengan merek Basyntan, Irgantan dan Tanigan. Tujuan
yang diharapkan dari penyamakan ini adalah memperoleh kulit jadi dengan
menampilkan kesan aslinya. Seperti kulit reptil (ular, buaya biawak)
maupun pada kulit kaki ayam. Melalui teknik penyamakan ini relief (rajah)
khas yang dimiliki masing-masing kulit tetap dipertahankan dan akan tetap
tampak sebagai suatu seni (art) tersendiri.
d.
Penyamakan
minyak
Jenis bahan penyamak yang digunakan
adalah berasal dari minyak ikan salah satu contohnya adalah minyak ikan
hiu. Dalam perdagangan biasa dikenal dengan nama minyak ikan kasar.
Minyak ikan yang digunakan memiliki ikatan C rangkap atau bilangan yodium
berkisar 80-120. Produk kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit
bulu (zemleer).
3.
Hasil-hasil
Olahan Kulit untuk Pangan dan Non Pangan
a.
Hasil olahan
kulit untuk pangan
Hasil olahan yang berasal dari kulit
yang dapat dikonsumsi manusia dapat berupa kerupuk kulit dan gelatin. Sampai
saat ini produk kerupuk kulit sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat baik yang
berasal dari ternak besar maupun yang berasal dari unggas (ayam).
Misalnya saja kerupuk kulit cakar ayam maupun kerupuk kulit tubuh ayam.
Di pulau Jawa sendiri, Jenis kerupuk ini telah lama berkembang, begitu
pula di Sulawesi Selatan jenis kerupuk ini sedikit demi sedikit telah mulai
dikenal oleh masyarakat. Di Sumatra Barat sendiri telah diproduksi secara
massal dengan nama “kerupuk jangat” yang sebagian besar diproduksi dengan bahan
dasar kulit kerbau begitu pula di daerah Mataram kegiatan produksi kerupuk dari
kulit telah berkembang dengan pesat.
Pemanfaatan lain dari kulit dalam
dunia pangan adalah dalam bentuk gelatin. Gelatin adalah produk hasil
denaturasi dari kolagen. Kulit yang secara kimiawi komposisi proteinnya terdiri
atas 80-90% merupakan protein kolagen. Protein kolagen ini secara ilmiah dapat “ditangkap” untuk dikonversi
menjadi gelatin. Gelatin secara kimiawi diperoleh melalui rangkaian
proses hidrolisis kolagen yang terkandung dalam kulit. Reaksi yang
terjadi adalah :
C102H149N31O38 + H2O
C102H151N31O39
Kolagen
Gelatin
Beberapa negara maju maupun negara
berkembang menggunakan banyak produk gelatin dalam kehidupan sehari-hari.
Gelatin banyak digunakan sebagai bahan kosmetik (salep, cream rambut), makanan
(pembuatan es krim, permen karet, pengental, mayonnaise, maupun penjernih
anggur buah), bidang teknik (rol cetak, sablon dalam screen printing,
perekat pentil korek api dan alas hektograf), bidang fotografi (medium pengulas
bahan film serta kertas potret), bidang farmasi dalam bentuk kapsul dan
alas makanan dalam bidang mikrobiologi.
b.
Hasil olahan
kulit untuk non pangan
Hasil olahan kulit dalam bentuk non
pangan lebih banyak dalam bentuk kulit tersamak (leather) melalui proses
penyamakan. Beberapa jenis produk leather yang kita kenal adalah sebagai
berikut :
Ø Kulit sol
Kulit sol biasanya berasal dari kulit tebal yang
mempunyai struktur serat yang kuat dan padat misalnya kulit sapi dan
kerbau. Jenis kulit ini kaku dan sulit dibengkokkan. Penggunaannya
sebagai bahan sol sepatu untuk militer/polisi serta pekerja pabrik. Kulit sol
diolah dengan melalui penyamakan nabati.
Ø Kulit vache
Kata vache berasal dari bahasa Perancis “la vache”
yang berarti sapi. Kulit ini lebih lemas dibanding sol dan banyak
digunakan untuk sol dalam dan kap pembuatan sepatu cara modern. Kulitnya
berasal dari sapi .
Ø Kulit raam
Kulit raam adalah jenis kulit vache digunakan untuk
menyambung kulit atasan dengan kulit bawahan dan diperdagangkan sebagai lajuran
dengan lebar 12-18 mm dan tebal 1,8-2,2 mm. Warna biasanya disesuaikan
dengan warna kulit sapi.
Ø Kulit box
Kata box merupakan contoh dari kulit atasan yang
berasal dari kulit sapi melalui penyamakan chrome. Sifat kulit ini lemas,
struktur kuat serta nerf tidak mudah pecah dan lepas. Banyak digunakan
sebagai bahan sepatu kantor atau kerja.
Ø fahl
Kulit fahl merupakan bahan untuk kulit atasan berasal
dari kulit sapi yang disamak nabati dan diberi gemuk tidak berwarna atau
berwarna kehitaman. Sifatnya tahan air, lemas dan kekuatan tariknya
tinggi. Banyak digunakan sebagai bahan sepatu gunung, militer maupun
sepatu lapangan
Ø Kulit tahan
air
Kulit ini merupakan kulit atasan melalui proses
penyamakan chrome, kombinasi dan nabati. Kulit diberi gemuk agar tahan
terhadap air dan banyak digunakan sebagai bahan pembuatan sepatu berat, laras,
sport dan ski. Kadar gemuknya mencapai 15-21%. Jenis kulit ini
berasal dari kulit sapi
Ø Kulit nubuk
dan velour
Kulit ini berasal dari kulit sapi yang disamak chrome
dan pada bagian atas (nerf) digosok sedikit sehingga bila diraba akan
terasa seperti beludru.
Ø Kulit
chevrau
Kulit ini dibuat dari kulit kambing yang disamak
chrome yang digunakan sebagai bahan kulit atasan. Kulit ini biasa juga
disebut kulit glase.
Ø Kulit
chevrette
Kulit ini berasal dari domba yang disamak
chrome. Kekuatannya sedikit berada dibawah kulit chevrau sehingga
kebanyakan dibuat untuk jenis sepatu rumah.
Ø Kulit blank
Kulit ini kebanyakan diolah dengan samak nabati
sifatnya elastis tidak mudah dibengkokkan dan kuat. Digunakan
sebagai bahan untuk sadel, tas, ransel. Bahannya berasal dari kulit sapi.
Kulit vachet
Kulit ini berbahan mentah kulit sapi dan digunakan
sebagai bantal pada kursi dan peralatan-peralatan rumah tangga lainnya.
Ø Kulit mebel
Kulit ini mirip dengan kulit blank namun jumlah gemuk
yang diberikan lebih banyak, elastis dan kuat.
Ø Kulit halus
Yang tergolong kulit ini adalah kulit sampul buku dan
kulit tas. Bahan mentahnya berasal dari kulit sapi, kambing dan domba
yang disamak nabati
Ø Kulit reptil
dan kulit ikan
Kulit reptil antara lain kulit ular, biawak dan
buaya. Produk ini dipergunakan untuk produksi sepatu, tas wanita,
dompet maupun ikat pinggang. Proses penyamakannya melalui penyamakan
nabati dan chrome. Untuk kulit ikan diperoleh dari kulit anjing laut, ikan hiu
dan pari.
Ø Kulit ban
mesin
Jenis kulit ini berasal dari kulit sapi yang diproses
dengan penyamakan nabati dan chrome. Sifatnya harus kuat, lemas dan
sedikit mengalami kemuluran
Ø Kulit
manchet
Jenis kulit ini banyak dipergunakan untuk peralatan
pompa, pipa air, pentil. Kulit ini berasal dari kulit sapi dan kambing.
Ø Kulit tekstil
Jenis kulit ini digunakan untuk keperluan alat-alat
teknik antara lain bagian-bagian dari alat tenun misalnya pecker,
roda gigi (dapat berjalan tanpa berbunyi). Bahannya berasal dari kulit
sapi dan kerbau.
Ø Kulit
pelindung kerja
Jenis kulit ini banyak dipakai sebagai bahan untuk
pembuatan barang-barang yang berfungsi dalam perlindungan bagi tubuh seperti
sarung tangan dan peci. Bahan mentahnya berasal dari kulit sapi dengan
konsistensi lemas
Ø Kulit sarung
tangan
Jenis kulit harus tipis, lemas dan lentur.
Biasanya putih atau berwarna-warni. Bahan mentahnya dapat berasal dari
kulit kambing, domba rusa dan babi. Prosesnya melalui penyamakan chrome,
kombinasi chrome dengan minyak.
Ø Kulit
pakaian
Yang termasuk dalam produk ini adalah barang kulit
berupa mantel ataupun jaket. Bahan mentah berasal dari kulit domba, kambing,
sapi dan kuda.
Ø Kulit
pengisap keringat
Kulit ini biasanya dipasang pada topi. Prosesnya
dengan penyamakan nabati. Bahan mentahnya berasal dari kulit domba,
kambing dan babi.
Daftar Pustaka
Djojowidagdo, S
1999. Histologi Sebagai Ilmu Dasar dan Perannya dalam Pengembangan Iptek
Pengolahan Kulit. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Junqueira.,
L.C., Corneiro, J dan Kelly, R.O. 1998. Alih Bahasa : Tambayong,
J. 1998. Histologi Dasar. EGC Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Sukarbowo, P
dan Sudarjo, S. 1989. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan
Kulit. Akademi,Teknologi Kulit, Yogyakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)